Bimbingan belajar islam terbesar di Indonesia dengan moto MAJU BERSAMA ALLAH MENUJU MASA DEPAN CEMERLANG
Minggu, 06 November 2016
Selasa, 14 Juni 2016
Senin, 09 Mei 2016
“SELAMAT DAN
SUSKSES YA SAY”
KEPADA SISWA SISWI YANG TELAH DITERIMA
DI PTN MELALUI JALUR UNDANGAN SNMPTN DAN USMI 2016
(BAGI YANG BELUM, MASIH ADA WAKTU UNTUK MEMPERSIAPKAN
SBMPTN 2016,BELAJAR DIRUMAH,BANYAK KONSULTASI DI NF, BAIK KEPADA GURU BIDANG
MAUPUN BIP, BERDOA KEPADA ALLAH SWT DAN MINTA DOA DARI ORANG TUA,BERUSAHA,TIDAK
PUTUS ASA,DAN TAWAKAL)
SISWA
YANG DITERIMA SNMPTN DAN USMI 2016:
11. AMALIA
FITRI DW. W (SMAN 1
KAB TANGERANG/SMAN 1 BALARAJA)
PENDIDIKAN BIOLOGI – UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA (UNJ)
22. DEWI RINANTI (SMAN 3 KAB TANGERANG/SMAN 1
CURUG)
EKONOMI
DAN STUDI PEMBANGUNAN – INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB)
33. FARAH
MUFIDAH (SMAN 4 KAB
TANGERANG/SMAN 1 CIKUPA)
PETERNAKAN –
UNIVERSITAS BRAWIJAYA (UB)
44. HANIFATUL
ALYA (SMAN 1 KAB TANGERANG/SMAN 1 BALARAJA)
MATEMATIKA – INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(IPB)
55. WIDIANI
PUSPITA SARI (SMAN 1 KAB
TANGERANG/SMAN 1 BALARAJA)
KIMIA - UNIVERSITAS
DIPONEGORO (UNDIP)
66. YULI
NURHAYATI (SMAN 1 KAB
TANGERANG/SMAN 1 BALARAJA)
TEKNIK INFORMATIKA – UNIVERSITAS
DIPONEGORO (UNDIP)
77. ZIRZIS
AFKAN LAKSANA (SMAN 11
KOTA TANGERANG)
TEKNIK METALURGI – UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA (UNTIRTA)
8. NURAINI (SMAIT DAAR EL-QOLAM)
ILMU POLITIK - UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA (UIN JKT)
9. DIAN ARI RAHMAWATI (SMAN 1 KAB TANGERANG/SMAN 1 BALARAJA)
AKUNTANSI D3 - INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB)
8. NURAINI (SMAIT DAAR EL-QOLAM)
ILMU POLITIK - UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA (UIN JKT)
9. DIAN ARI RAHMAWATI (SMAN 1 KAB TANGERANG/SMAN 1 BALARAJA)
AKUNTANSI D3 - INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB)
Sabtu, 19 Maret 2016
GLOBALISASI
Perumpamaan kata “globalisasi”
di antara istilah-istilah baru, adalah bagaikan “jilbab” di antara
pakaian dan bagaikan “kuda Troya” di antara sarana perang. Artinya, dia
menutupi apa yang terkandung di dalam-nya, untuk menyembunyikan sesuatu yang
ditutupi-nya, bahkan menyembunyikan lebih banyak dari sekedar sesuatu yang
dapat ditutupi.
Yang
sangat jelas membuktikan hal itu, adalah apa yang pernah terjadi di Beirut pada
akhir tahun 1997, tatkala Pusat Studi Kesatuan Arab --sebagai salah satu
lembaga peninggalan kaum nasionalis Arab--
menye-lenggarakan konferensi untuk mengkaji globalisasi dan sikap yang
harus diambil negara-negara Arab untuk menghadapinya, seakan-akan mereka
menganggap bahwa globalisasi bertolak belakang dan mengancam ide nasionalisme.
Dalam konsideran yang terdapat dalam
undangan konferensi, dinyatakan bahwa topik konferensi adalah:
1.
Globalisasi
dan metode negara-negara Arab dalam memahami dan menyikapinya.
2.
Kemunculan
globalisasi di bidang politik, ekonomi, dan budaya.
3.
Sejarah,
riwayat, dan peran globalisasi saat ini.
4.
Sikap
Amerika terhadap globalisasi, khususnya setelah runtuhnya Uni Soviet dan
padamnya Perang Dingin.
5.
Dampak
globalisasi di bidang ekonomi dan pem-bangunan di negara-negara Arab.
6.
Pencarian
peran dan identitas kebudayaan Arab.
Pada
konferensi itu diundang puluhan ulama dan profesor dari berbagai universitas.
Ternyata mereka mempunyai persepsi yang simpang siur mengenai globalisasi dan
bagaimana mensikapinya. Koran-koran
lokal telah mempublikasikan resume berbagi lontaran peserta konferensi tersebut
yang diselenggarakan tiga hari berturut-turut, yang menunjukkan konferensi itu
lebih tepat disebut “debat kusir” daripada sebuah konferensi yang serius
membahas suatu pemikiran. Akhirnya panitia konferensi memutuskan, bahwa
konferensi tidak akan mengeluarkan resolusi atau rekomendasi apa pun.
Globalisasi
adalah istilah baru dalam bahasa Inggris dan Perancis yang muncul sejak sekitar
10 tahun lalu. Istilah ini tidak digunakan untuk mensifati sesuatu bahwa
keberadaan atau terwujudnya sesuatu itu telah berskala global di sebagian besar
penjuru dunia, tetapi digunakan untuk menyatakan bahwa ada satu atau beberapa
pelaku ekonomi yang bermaksud meng-globalkan sesuatu. Misalnya, ada satu
perusahaan tertentu yang mengadopsi kebijakan produksi yang memandang seluruh
dunia sebagai tempat yang layak untuk memproduksi barangnya. Kemudian
perusahaan itu benar-benar memproduksi barangnya di satu atau beberapa negara
dengan biaya produksi yang lebih rendah daripada di negara lainnya. Pada saat
itulah, dikatakan bahwa perusahaan tersebut telah “meng-globalisasikan”
produknya. Istilah ini diterapkan pula untuk kegiatan-kegiatan lain dari
perusahaan tersebut atau perusahaan lainnya, misalnya kalau perusahaan itu
mengadopsi kebijakan “globalisasi” untuk memasarkan produknya, mempromosikan
produknya, atau mencari komoditas-komoditas baru beserta divesifikasinya.
Ataupun untuk mempekerjakan para buruh, ahli, dan manajer, atau menarik para
investor dan kreditor guna membiayai kegiatan-kegiatan perusahaan, dan lain
sebagainya.
Istilah
globalisasi ini pertama kali digunakan untuk mensifati kegiatan
perusahaan-perusahaan besar Amerika pada awal pertengahan 80-an. Pada saat Ronald
Reagan menjadi Presiden Amerika tahun 1981, dia mengambil kebijakan-kebijakan
yang berani dalam hubungan internasional, baik di bidang ekonomi maupun
politik, yang mendapat dukungan kuat dari kalangan bisnis Amerika. Di antara
kebijakan itu adalah kebijakan dolar kuat untuk menarik para investor di
luar negeri agar mereka mau menginvestasikan modal-nya pada obligasi-obligasi
pemerintah Amerika dan pasar-pasar modal yang ada di sana. Tujuannya adalah
untuk membiayai program-program Reagan untuk mempersenjatai kembali Amerika dan
untuk memukul Uni Soviet dalam perlombaan senjata yang tengah berkecamuk saat
itu. Program ini benar-benar telah berhasil menjatuhkan perekonomian Komunisme
pada tahun 1989.
Kebijakan
dolar kuat ini mengakibatkan nilai dolar mengalami kenaikan yang tinggi dan
tetap konstan pada tahun-tahun pertama pemerintahan Reagan, hingga indeks nilai
tukar dolar --bila diukur dengan mata uang negara-negara lain dan dibandingkan
dengan pertu-karan perdagangan Amerika-- mencapai 159 poin pada Pebruari 1985.
Padahal pada bulan pertama peme-rintahan Reagan, yakni bulan Januari 1981,
indeks nilai tukar dolar adalah 91 poin. Artinya, nilai tukar dolar naik 75 %.
Di
antara keberanian langkah politik Reagan, dia tidak memperhatikan dampak
negatif atau efek samping dari kebijakan dolar kuat yang diambilnya, karena dia
mengkonsentrasikan diri untuk memenangkan per-tarungan Kapitalisme melawan
Komunisme. Di antara dampak negatif yang
ada, adalah meningkatnya nilai dolar yang telah melemahkan kemampuan Amerika
dalam kompetisi antara produk asing dengan produk Amerika, di dalam negeri
Amerika. Akibatnya, ekspor Amerika
merosot sementara impornya melonjak tajam. Defisit neraca perdagangan luar
negeri Amerika semakin terakumulasi dalam jumlah besar pada masa Reagan, sebab
jumlah totalnya --pada masa pemerintahan Reagan di tahun 80-an-- telah mencapai
723 miliar dolar AS. Padahal pada masa presiden sebelumnya di awal 80-an,
jumlah total defisit hanya 4 miliar dolar AS.
Di
antara dampak negatif kebijakan dolar kuat, adalah berkurangnya laba dari banyak perusahaan Amerika, disebabkan adanya
persaingan antara produk asing dengan produk Amerika yang harganya meng-gunakan
standar dolar. Ini memaksa perusahaan-perusahaan Amerika untuk menurunkan harga
barang-nya, kemudian meninjau secara serius cara mengurangi biaya produksi barangnya,
khususnya upah untuk buruh Amerika.
Sekelompok
profesor dari beberapa universitas di Amerika kemudian melontarkan ide restrukturisasi
bagi perusahan-perusahaan ini, dengan mengadakan tin-jauan ulang secara
mendasar terhadap kegiatan-kegiat-an perusahaan, baik dalam hal produksi,
pemasaran, maupun kegiatan lainnya. Ide ini mendapat sambutan hangat dari
kalangan investor dan pengusaha Amerika.
Penerapan ide ini secara nyata ternyata mengakibatkan ditutupnya banyak
pabrik dan cabang-cabang perusa-haan Amerika, serta diberhentikannya sejumlah
besar pegawai dan buruh perusahaan dengan pesangon yang besar. Misalnya seperti
yang pernah dilakukan oleh General Motor --perusahaan mobil terbesar di
Amerika-- yang memberhentikan sekaligus 74 ribu karyawannya, atau IBM
--perusahaan komputer terbesar di sana-- yang memberhentikan 60 ribu
karyawannya dalam tiga tahap pada waktu yang hampir bersamaan.
Setelah
mengadakan restrukturisasi, perusahaan-perusahaan ini kemudian mencari
kompensasi dari produksi pabrik yang telah ditutupnya, atau produksi cabang
pabrik yang telah dijualnya di Amerika. Caranya ialah dengan mencari produksi
pengganti yang berasal dari perusahaan-perusahaan kecil yang baru, yang
membayar upah buruh-buruhnya dari dana hutang, di mana buruh-buruh ini terutama
adalah mereka yang terkena PHK akibat restrukturisasi suatu perusahaan. Cara
lainnya, ialah membangun pabrik-pabrik baru dan cabang-cabangnya di luar
Amerika, terutama karena efek samping kebijakan dolar kuat, adalah sangat
murahnya harga dan upah di luar Amerika. Perusahaan-perusahaan ini memusatkan
perhatiannya di negeri-negeri yang miskin dengan penduduk yang berjubel,
seperti Indonesia, Filipina, Thailand, India, Meksiko, dan Brazil, di mana upah
buruhnya per bulan bahkan masih lebih rendah daripada upah buruh pabrik di
Amerika untuk satu atau dua jam saja. Kenyataan seperti ini tidak hanya untuk
upah buruh lokal, tetapi termasuk pula gaji para intelektual dan profesional
lokal, seperti para insinyur dan programer komputer di mana pun juga. Mereka
harus menerima gaji mereka lebih rendah dibanding-kan gaji di Amerika, karena
yang mereka butuhkan adalah sekedar pekerjaan dan gaji (yaitu, asal tidak
menganggur).
Di
Amerika sendiri muncul konflik politik seputar proses restrukturisasi dan PHK
karyawan yang bersifat massal dalam jumlah yang mencengangkan itu. Banyak orang
Amerika berpandangan bahwa pengi-riman tenaga kerja Amerika ke luar negeri
serta dicegahnya mereka yang di Amerika untuk bekerja, berarti telah memutus
mata pencaharian mereka, dan bahwa motif berbagai perusahaan itu tiada lain
hanyalah ketamakan kapitalistik belaka. Perusahaan-perusahaan memban-tah,
karena mereka merasa terpaksa untuk
menjalankan langkah-langkahnya disebabkan adanya kompetisi “global” yang sangat
keras. Mereka menyatakan pula, bahwa tak ada lagi alternatif bagi mereka
kecuali harus berkompetisi dalam skala global dan mengglobali-sasikan
kegiatan-kegiatannya.
Komisi-komisi
dalam Senat dan Kongres Amerika kemudian mengadakan sidang-sidang investasi
ter-buka, untuk meninjau masalah “globalisasi” perusa-haan-perusahaan Amerika
tersebut. Ini dilakukan pertama kali tahun 1989 dan yang terakhir tahun 1992.
Investigasi-investigasi ini menyebabkan tersebarluas-nya istilah “globalisasi”. Kemudian komisi-komisi tersebut meresmikan
istilah ini dengan mencantum-kannya
sebagai judul keputusan-keputusannya pada tahun 1989 dan tahun-tahun
berikutnya. Inilah peng-gunaan istilah “globalisasi” yang pertama kali sebagai
judul buku atau keputusan yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Sejak itu
terbit banyak buku dengan topik “globalisasi” hingga jumlahnya --yang berbahasa
Inggris-- mencapai sekitar 260 buah buku. Sebagian besarnya terbit pada dekade
90-an, pada era Bill Clinton.
Akan
tetapi, di balik itu investigasi-investigasi tersebut ternyata telah mencairkan
stagnasi politik akibat penentangan terhadap PHK karyawan perusa-haan dan
pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, juga telah melegitimasi langkah
perusahaan-perusahaan tersebut, serta membuat capai media massa yang menentang
PHK karyawan. Investigasi berakhir tahun
1992, dan belum dilanjutkan lagi sejak saat itu, kendatipun masalah PHK cukup
menimbulkan dampak pada Pemilu pada akhir 1992. Setelah Clinton meme-gang
kekuasaan, Kongres menyetujui kesepakatan NAFTA yang telah dirintis oleh George
Bush dengan Kanada dan Meksiko. Padahal kesepakatan itu memberikan kesempatan
kepada perusahaan-perusa-haan Amerika dan Kanada untuk membuat barang yang
diinginkannya di Meksiko --yang upah buruhnya sangat murah di sana-- kemudian
menjualnya di pasar Amerika dan Kanada.
Inilah yang sebenarnya dikhawatirkan oleh berbagai asosiasi buruh dan
kelompok-kelompok politik lainnya di Amerika yang menentang
perusahaan-perusahaan tersebut dan menuduh mereka telah mengirimkan tenaga
kerja ke luar Amerika.
Jadi,
konflik politik yang muncul di Amerika ter-masuk perseteruan politik yang
menyertainya seputar PHK massal dan pengiriman tenaga kerja ke luar Amerika,
adalah latar belakang tersebarnya istilah yang kemudian terkenal sebagai
“globalisasi”. Perseteruan politik itu
telah berakhir tahun 1992, dengan kemenangan di pihak kalangan bisnis Amerika
beserta perusahaan-perusahaan mereka.
Kondisi
ini kemudian melahirkan opini umum bahwa tenaga kerja yang profesional,
berkeahlian tinggi, dan berpenghasilan besar, tidak boleh keluar dari Amerika.
Tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri haruslah yang hanya mengandalkan
tenaga fisik, dengan pekerjaan rutin yang melelahkan, serta upah yang
pas-pasan. Padahal, ini pun sama sekali tidak mereka inginkan untuk diri mereka
sendiri.
Teropinikan
pula bahwa jika harapan-harapan itu
terwujud, manfaatnya akan kembali juga bagi umum-nya orang Amerika, karena akan
membuat Amerika terspesialisasi sebagai negara industri maju dengan tenaga kerja
yang kerja profesional, berkeahlian tinggi, dan berpenghasilan besar. Dan juga, pengiriman tenaga-tenaga buruh
kasar ke luar negeri, artinya adalah barang akan terkumpul atau dibuat oleh
buruh-buruh asing yang rendah upahnya di luar negeri, kemudian barang itu akan
kembali ke pasar Amerika dengan harga yang sangat murah.
Masalah
ini berakhir secara politis tahun 1992 tatkala Clinton memegang tampuk
kekuasaan tahun 1993 yang kemudian mengubah kebijakan ekonomi luar negeri
Amerika. Pendahulu Clinton --George
Bush-- telah mengadopsi kebijakan untuk meningkatkan ekspor barang dan
memprakarsai pembentukan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) sebagai pengganti
GATT (Perjanjian Umum Tentang Tarif dan Perda-gangan), untuk membuka pintu
seluas-luasnya bagi ekspor. Tetapi para investor dan kalangan bisnis Amerika
memandang bahwa yang lebih penting dari
peningkatan ekspor, adalah penyempurnaan langkah yang telah dirintis pada akhir
80-an, yaitu restrukturi-sasi yang tuntas terhadap perusahaan-perusahaan, untuk
menggiatkan perusahaan dan meningkatkan kemampuannya menghasilkan laba. Mereka meman-dang pula bahwa restrukturisasi ini, akan memungkin-kan
dikirimkannya para tenaga ahli --bukan hanya barang-- ke luar negeri, di
samping memungkinkan Amerika untuk terjun dalam kompetisi yang sangat ketat
melawan perusahaan-perusahaan non-Amerika.
Para investor juga melontarkan ide-ide
lain kepada Clinton dan menginginkan agar Clinton mengadopsi-nya. Mereka
mengatakan, ketika Amerika bertahun-tahun melancarkan Perang Dingin dan
memegang tanggung jawab internasional lainnya, Eropa dan Jepang telah berhasil
memperkokoh kekuatan ekonominya, sehingga menjadi ancaman bagi
kepentingan-kepentingan vital Amerika. Padahal Perang Dingin telah berakhir,
sehingga Amerika wajib mempersiapkan kemampuannya untuk bersaing dengan Eropa
dan Jepang, serta mulai menyaingi keduanya dengan kekuatan penuh. Amerika juga tidak perlu lagi menjaga
kepentingan Eropa dan Jepang seperti pada saat Amerika melancarkan Perang Dingin.
Demikian pendapat para investor itu. Bahkan, mereka menyerukan untuk
mengaktifkan dinas intelijen Amerika untuk memata-matai perekonomian Eropa dan
Jepang beserta perusahaan-perusahaannya, setelah sebelumnya kurang terpakai
untuk itu karena adanya Perang Dingin dan masalah-masalah politik lainnya.
Menyambut
berbagai ide dan opini tersebut, Clinton dan Menteri Keuangan Robert Rubin --yang juga salah seorang pengusaha besar di
Wall Street-- mengadopsi kebijakan yang menyerukan dibukanya pasar-pasar dunia
seluruhnya, tidak hanya untuk meningkatkan ekspor Amerika, tetapi juga untuk
memungkinkan perusahaan-perusahaan Amerika ber-produksi di mana pun selama
tenaga kerjanya murah, memasarkan jasa-jasa dan komoditas industrinya di
Amerika dan di mana saja selama Amerika ingin eksis di pasar
internasional. Tetapi yang ter-penting,
adalah kebijakan keduanya untuk menggiatkan perusahaan-perusahaan keuangan
Amerika --yaitu beraneka macam bank, perusahaan asuransi, dan kantor pialang
saham-- untuk menembus pasar-pasar modal
di luar Amerika. Ini adalah hal baru, sebab strategi ini belum pernah dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan tersebut di luar Amerika dalam zona yang sangat
luas, di mana sebelumnya kedatangan mereka di kebanyakan negeri tidak pernah
disambut baik disebabkan aktivitasnya yang berbahaya. Karena, perusahaan-perusahaan keuangan pada
tabiatnya selalu berupaya untuk
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan, premi asuransi, dana saham
dan obligasi, sehingga terjadi akumulasi dana yang sangat besar pada perusahaan
keuangan tersebut, yang kemudian dapat dia kelola sesuai kehendaknya.
Para
investor itu senantiasa dihantui oleh suatu ide bahwa segera setelah
berakhirnya Perang Dingin, dunia mau tak mau akan terbagi menjadi 3 (tiga) zona
kekuatan ekonomi raksasa; Pertama, zona yang meliputi Eropa
secara keseluruhan yang akan didominasi negara-negara Eropa Barat, Kedua,
zona yang meliputi sebagian besar Asia, yang akan dikuasai oleh Jepang, Ketiga,
zona yang meliputi benua Amerika, yakni Amerika Utara dan Amerika Latin, yang akan
dikuasai oleh Amerika Serikat Mereka cemas kalau ide ini menjadi kenyataan.
Karena itu, mereka menyerang ide ini dengan ganas dan mencapnya sebagai ide
yang bersifat regional belaka. Mereka mengisyaratkan bahwa Eropa dan Jepang-lah
yang berada di balik sosialisasi ide tersebut.
Para
investor itu kemudian melontarkan ide penggantinya, yaitu bahwa dunia telah
menjadi satu, dan bahwa tak ada seorang pun yang lebih berhak dari yang lain
untuk mendapatkan sebagian dari padanya. Semua pihak berhak untuk saling
bersaing dimana pun juga. Mereka mempropagandakan ide ini melalui serangan
media massa yang sangat intensif.
Pemerin-tahan Clinton pun akhirnya mengadopsi ide ini. Karena itu mereka
lalu menerbitkan banyak buku, di antaranya buku yang membicarakan “globalisasi”
kegiatan-kegiatan perusahaan Amerika.
Serangan media massa di Amerika itu
berhenti ketika pemerintahan Clinton
mengadopsi ide teersebut pada awal masa pemerintahannya. Namun serangan itu
terus berlangsung ke luar Amerika di bawah kendali pemerintahan Clinton beserta
lembaga-lembaga pelak-sananya. Di luar
Amerika, khususnya di negara-negara yang disebut “negara-negara berkembang”,
serangan media massa tetap berlangsung masif, yang akhirnya menyibukkan para
penduduknya untuk memikirkan ide-ide yang dangkal dan mengecoh, dengan
ungkapan-ungkapan yang tidak jelas dan
lemah, disertai banyak pemutarbalikan fakta yang tidak bermutu dan
terasa aneh bin ajaib. Akibatnya, banyak
orang yang kebi-ngungan menghadapi ide “globalisasi”.
Meskipun
terdapat kekacauan pada ide-ide yang dilontarkan dalam serangan media massa
tersebut, tetapi serangan ini memang telah terencana secara sentral untuk
mencapai hasil-hasil tertentu, yaitu membentuk dan membuat opini umum agar
masyarakat membuka pintu yang seluas-luasnya terhadap segala kegiatan
perusahaan-perusahaan Amerika dalam serangannya yang total guna memetik
hasil-hasil kemenangan Perang Dingin. Selain itu juga agar Amerika dianggap
lebih berhak menguasai pasar tersebut daripada Eropa dan Jepang.
Sangat
disayangkan, serangan tersebut ternyata telah berhasil mencapai
target-targetnya, di samping telah makin memantapkan para penguasa yang
cen-derung kepada Barat untuk membius bangsanya sendiri dalam menghadapi serangan
terbaru Amerika dalam upayanya untuk menembus negeri-negeri mereka. Upaya ini
bertujuan untuk membuka pasar
negeri-negeri tersebut terhadap barang
buatan Amerika, memanfaatkan tenaga buruhnya yang murah-meriah demi
kepentingan Amerika, mengalirkan harta kekayaan bangsanya ke dalam kantong
perusahaan-perusahaan keuangan Amerika, serta mengendalikan pasar-pasar
modalnya untuk kepentingan usaha Amerika.
Ide-ide
yang dijajakan dengan kedok “globalisasi” yang dilontarkan Amerika ke luar
negeri, khususnya negara-negara Dunia Ketiga, antara lain :
· Setelah hancurnya Uni
Soviet, tak ada lagi di dunia ini selain sistem ekonomi Barat yang mereka
nama-kan “Sistem Ekonomi Pasar”, untuk menggantikan namanya yang sebenarnya,
yaitu “Sistem Ekonomi Kapitalis”, yang patut diingat kerakusannya dan
reputasinya yang sangat buruk sekali. Dikatakan bahwa seluruh negeri-negeri di
dunia kini telah menerapkan sistem tersebut, atau minimal berhasrat dan berupaya untuk menerapkannya.
· Dunia modal
seluruhnya telah menjadi satu, sebab para pemiliknya mampu memindahkannya ke negeri
mana pun atau mampu menanamkannya di bidang investasi mana pun dengan
keuntungan yang lebih besar daripada pihak lain. Dikatakan bahwa pemindahan
modal ini dapat berlangsung secepat kilat karena dimudahkan oleh sarana-sarana
komunikasi yang cepat, dan bahwa modal ini tak akan diinvestasikan di
negeri-negeri yang membuat penghalang-penghalang untuk menghambat aliran modal.
· Dunia kerja
seluruhnya juga telah menjadi satu. Tetapi perusahaan-perusahaan yang mereka
katakan berasal dari bermacam-macam negara, sebenarnya tidak demikian faktanya.
Karena, perusahaan induknya (holding company) tetap berasal dari satu
negara saja dan tak mungkin kecuali berasal dari satu negara.
Perusahaan-perusahaan ini dikatakan ber-kemampuan memproduksi atau memasarkan
barang dalam skala global, sehingga negeri mana pun yang sedang giat membangun
akan menyambut perusahaan-perusahaan tersebut untuk membuka lapangan kerja bagi
rakyatnya, atau untuk memasar-kan produk-produknya. Jika tidak mau, perusahaan
itu akan berpaling menuju negara lain.
· Sarana-sarana
komunikasi di seantero pelosok dunia seluruhnya telah sempurna dan saling ber-hubungan
secara kompleks sedemikian rupa, sehingga tak ada satu pihak pun yang dapat
mendo-minasinya. Dikatakan bahwa saling keterkaitan ini akan menimbulkan
kondisi di mana informasi yang diterima masyarakat hampir sama, bahkan berbagai
pendapat dan perasaan mereka pun hampir-hampir homogen.
Inilah
beberapa ide “globalisasi” yang dijajakan di negara-negara Dunia Ketiga.
Tujuannya adalah agar Dunia Ketiga menyambut gembira kedatangan modal dan
tenaga kerja asing, mengambil rekomendasi para pemilik modal dan tenaga kerja
itu untuk mengoreksi berbagai undang-undang di negaranya, serta melaku-kan privatisasi
badan usaha milik negara (BUMN), agar
Amerika dapat dengan mudah membelinya. Mereka mengatakan bahwa tak ada
alternatif lain di luar pilihan-pilihan tersebut, jika kita memang ingin
menyusul rombongan dunia seluruhnya untuk meng-globalisasikan modal dan tenaga
kerja. Kalau tak ikut rombongan, kita akan tetap terbelakang, kata mereka.
Maka,
jangan sampai ada seorang pun yang lalai dari pengaruh seruan dan propaganda
yang memutar-balikkan fakta ini, dari kedok “globalisasi” yang di-gunakan untuk
menutupi hakikat sebenarnya di negeri mana pun yang sedikit di dalamnya
orang-orang yang sadar dan bertanggungjawab, dari kecenderungan penduduknya
untuk mengikuti seruan-seruan tersebut dari media massa, serta dari meratanya
ketidaktahuan akan masalah ini!
Oleh
karena itu, bukan hal yang aneh bila kita membandingkan propaganda
“globalisasi” ini dengan serangan Kristenisasi pada abad lampau, maka se-rangan
kali ini lebih berbahaya daripada serangan sebelumnya. Sebab serangan kali
ini sekalipun tidak memakai kedok agama,
namun tak dapat dipungkiri, sebenarnya lebih mengerikan. [ ]
Sabtu, 23 Januari 2016
Beginilah Cara Rosululloh
Mendidik Anak 0-3 Tahun
Berdoa Untuk Anak Saat Masih dalam Sulbi Ayah
Anak adalah anugerah yang Alloh SWT
berikan kepada makhluknya, merupakan rezeki, merupakan amanah sehingga mendidiknya
adalah kewajiban dari orang tuanya. Rasulullah bersabda, “Seandaianya salah
seorang diantara kalian sebelum menggauli istrinya berdoa:
بِسْÙ…ِ اللهِ اَللَّÙ‡ُÙ…َّ جَÙ†ِّبْناَ
الشَّÙŠْØ·َانَ ÙˆَجَÙ†ِّبِ الشَّÙŠْØ·َانَ Ù…َا رَزَÙ‚ْتَناَ
“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah,
jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau
anugerahkan kepada kami, lalu dari keduanya lahir anak, setan tidak akan dapat
mengganggunya selamanya.”[1]
Anjuran berdoa sebelum berhubungan suami-istri menunjukkan bahwa
permulaan yang kita lakukan dalam berketurunan bersifat rabbani, bukan
syaithani. Apabila disebutkan nama Allah pada permulaan senggama, berarti
hubungan yang dilakukan oleh suami-istri tersebut berlandaskan ketakwaan kepada
Allah dan dengan izin Allah anaknya nanti tidak akan diganggu setan.
Zikir Untuk Keselamatan Bayi yang Akan
Dilahirkan
Rasulullah memberi petunjuk kepada Asma’ dengan bersabda,
“Maukah engkau aku ajari beberapa kata yang bisa kau ucapkan saat dalam
kekhawatiran (yaitu doa untuk memperlancar persalinan). Ucapkanlah:
اَللهُ اَللهُ رَبِّÙŠْ لاَ Ø£ُØ´ْرِÙƒُ بِÙ‡ِ
Ø´َÙŠْئاً
Apabila keguguran terjadi
Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah bersabda,
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya bayi yang gugur
benar-benar akan menarik ibunya dengan tali pusarnya ke surga bila ibunya rela
dengan itu (ibunya bersabar dengan kehilangan anaknya).”[3]
Azan di Telingan Kanan Bayi Baru Lahir
Abu Rafi’ berkata, “Aku melihat Rasulullah
mengumandangkan azan di telinga Hasan bin Ali saat baru dilahirkan oleh
Fatimah.”[4] Ibn Qayyim berkata bahwa hikmah azan dan
iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didegar
adalah seruan yang mengandung makna keagungan Allah serta syahadat.[5]
Berita Gembira Kelahiran Bayi
Ucapan selamat dan hadiah atas kelahiran bayi jelas akan
menyenangkan keluarga bayi yang baru lahir dan akan menimbulkan suasana
gembira, serta mempererat tali kasih dan ikatan persatuan antara sesama kaum
muslimin.
Mentahnik Bayi dengan Kurma dan Mendoakannya
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah
sering didatangi para orang tua yang membawa bayinya untuk dimintakan berkah
dan ditahnik.[6] Langkah-langkah Rasulullah mentahnik
bayi yaitu: 1) sepotong kurma, 2) dikunyah-kunyah seperlunya, 2) buka mulut
bayi, dan suaapkan kurma tersebut sambil digosok-gosok dilangit-langit mulut
bayi.[7]
Membentangi Bayi dengan Zikir dan Bersyukur
kepada Allah
Dari Anas, Rasulullah bersabda, “Allah tidak
sekali-kali menganugerahkan suatu nikmat kepada hamba-Nya, lalu ia mengucapkan,
‘Segala puji hanya miliki Allah Rabb semesta alam’, melainkan apa yang
diberikan lebih baik dari pada yang diambil-Nya’.”[8]
Bila ada bayi yang baru lahir diantara
keluarganya, Aisyah tidak bertanya, “Laki-laki atau perempuan?” Tapi ia
bertanya, “Apa organ tubuhnya sempurna (lengkap)?” Bila dijawab “Iya”, ia berkata,
“Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.”[9]
Memberikan Hak Waris Untuk Bayi yang Baru
Lahir
Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah telah
memutuskan bahwa bayi tidak boleh diberikan hak waris sebalum ia lahir dalam
keadaan menangis (maksudnya: menangis dan menjerit atau bersin).”[10] Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
“Bila bayi yang baru dilahirkan menangis, ia berhak mendapatkan warisan.”[11]
Kewajiban Zakat Fitrah atas Nama Bayi yang
Baru Lahir
Ibnu Umar berkata, “Rasulullah telah
mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap individu kaum muslimin,
baik yang merdeka maupun budak, baik laki-laki maupun perempuan, baik masih
bayi maupun sudah dewasa, yaitu satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.”[12]
Menyayangi, Meski Lahir dari Hasil Perzinaan
Ada wanita dari Bani Ghamidiyah yang datang
kepada Rasulullah dan mengaku bahwa dirinya telah mengandung dari perzinaan,
beliau bersabda kepadanya, “Pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah
melahirkan, ia datang lagi seraya menggendong bayinya dan berkata, “Wahai Nabi
Allah, bayi ini telah saya lahirkan.” Akan tetapi, Rasulullah bersabda
kepadanya, “Pulanglah, susuilah ia sampai kamu menyapihnya.” Setelah wanita itu
menyapihnya, ia datang dengan membawa bayinya yang sedang memegang sepotong
roti di tangan. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya sapih dan
kini ia sudah bisa makan sendiri.” Rasulullah pun memerintahkan agar bayi itu
diserahkan kepada salah seorang lelaki dari kaum muslimin dan memerintahkan
agar dibuatkan galian sebatas dada untuk menanam tubuh wanita itu. Kemudian
beliau memerintahkan kepada orang-orang untuk merajamnya dan mereka pun segera
merajamnya.[13]
Itulah kasih sayang Rasulullah terhadap anak hasil zina dan
keinginan beliau yang kuat agar bayi itu tidak terlantar. Apa dosa anak yang
baru lahir itu hingga ia harus menanggung konsekuensi perbuatan dosa orang
tuanya?
Merayakan Kelahiran Bayi dengan Aqiqah
Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah bersabda,
“Smua anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh.
Rambutnya dicukur dan ia dinamai.”[14] Dari Salman bin Amir, Rasulullah
bersabda, “Anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Karena itu, sembelihlah untuknya
dan jauhkanlah gangguan darinya.”[15]
Ummu Kurz pernah bertanya kepada Rasulullah,
maka beliau menjawab, “Untuk bayi laki-laki dua kambing (yang sepadan) dan
untuk bayi perempuan satu kambing, baik kambing jantan maupun betina tidak ada
masalah bagimu.”[16]
Abdullah bin Buraidah berkata, “Aku mendengar
ayahku berkata, ‘Pada masa Jahiliyah dulu, bila ada bayi yang baru dilahirkan,
kami menyembelih kambing dan melumurkan darah kambing itu di kepala sang bayi.
Setelah Allah menurunkan agama Islam, kami diperintahkan untuk menyembelih
kambing dan mencukur rambutnya serta melumurinya dengan minyak za’faran’.”[17]
Memberi Nama Yang Baik
Islam selalu menginginkan kemudahan, bahkan
dalam persoalan pemberian nama. Islam tidak menginginkan kesulitan dalam hal
pemberi nama. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam sabda Rasulullah. Beliau
bersabda, “Nama yang paling disenangi Allah adalah Abdullah dan Hammam,
sedangkan nama yang paling buruk adalah Harb dan Murrah.”[18]
Ibnu Umar menuturkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Sungguh, nama seseorang diantara kalian yang paling disenangi oleh
Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”[19]
Mencukur Rambut Bayi, Dibersihkan, dan
Dihilangkan Kotorannya pada Hari Ketujuh
Ketika mencukur rambut bayi sebaiknya tidak mencukurnya seperti
pelangi. Al Qaza’ artinya mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian
yang lainnya di beberapa bagian tanpa dicukur sehingga mirip pelangi.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah
melarang Qaza’. Aku bertanya kepada Nafi’, “Apakah Qaza’ itu?” Nafi’ menjawab,
“Mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lain.”[20]
Makna yang dimaksud dan yang menjadi tuntunan ialah mencukur
rambut kepada secara keseluruhan, karena mencukur sebagian dan membiarkan
sebagian yang lain bertentangan dengan kepribadian seorang muslim yang
seharusnya berbeda dengan kepribadian pemeluk agama lain (kafir).
Bercengkrama dengan Lidah dan Mulut
Abu Hurairah bercerita, “Rasulullah keluar ke
pasar Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan
mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan
merangkul lutut. Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia
agar datang kepadaku.’ Al Hasan pun datang berlari, lalu langsung melompat ke
pangkuannya. Rasulullah mencium mulutnya, kemudian berdoa, ‘Ya Allah, aku
sungguh mencintainya. Maka cintailah dia dan cintailah orang yang mencintainya
(tiga kali)’.” Abu Hurairah berkata, “Setiap kali melihat Al Hasan, aku
menangis.”[21]
Memberi Julukan Ayahnya dengan Nama Anak
Abu Syuraih menceritakan bahwa pada awalnya
dia bernama Abul Hakam. Kamudian Rasulullah bersabda kepadanya, “Sesungguhnya
Allah, Dialah hakim yang memutuskan dan hanya kepada-Nyalah semua keputusan.”[22]
Kapan Menghitankan Anak ?
Abu Hurairah berkata, “Saya pernah mendengar
Rasulullah bersabda, ‘Fitrah itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu
kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.”[23]
Makhul mengatakan, “Ibrahim menghitankan
anaknya, Ishaq, saat itu berusia 7 hari, dan mengkhitankan Ismail pada usia 13
tahun. Demikianlah seperti yang disebutkan oleh Al Khalil.”[24]
Sayangi di Kala Sakit, Maklumi Kalau Ngompol
Ummu Qais binti Mihshan berkata, “Aku pernah
menemui Rasulullah dengan membawa bayiku yang masih belum makan makanan apa
pun. Tiba-tiba ia kencing di pangkuan beliau. Baliau pun meminta air dan
langsung menyipratkannya ke bagian yang terkena kencing (tanpa mencucinya).”[25]
Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah pernah
mengambil dan mendudukanku di atas satu paha beliau dan mendudukkan Al Hasan di
atas paha beliau yang lain. Kemudian beliau memeluk kami berdua dan berdoa, ‘Ya
Allah, sayangilah keduanya karena aku sungguh menyayangi keduanya’.”[26]
Kewajiban Menyusui dan Menjamin Nafkah Anak
Wahai para ibu, berikanlah kasih sayangmu kepada anakmu,
susuilah ia dengan air susumu agar engkau dapat menyempurnakan makna ibu yang
engkau sandang dan agar engkau mendapatkan pahala. Didiklah sendiri anakmu
sesuai dengan manhaj Rasulullah. Lihatlah QS. Al Baqarah: 233 dan Ath Thalaq:
7.
Wahai ibu, cobalah engkau perhatikan. Apakah engkau pernah
melihat burung, hewan lain, atau semua makhluk yang berstatus sebagai ibu
pernah meninggalkan anaknya saat masih bayi dan menyingkir darinya? Sungguh
merupakan perangai yang buruk bila hewan yang tidak berakal saja tidak
meninggalkan anaknya yang masih kecil, sedangkan manusia yang berakal rela
meninggalkan anaknya dan dipercayakan kepada orang lain.
Umar Memperhatikan Anak Sejak Lahir
Suatu malam Umar mendengar tangisan seorang bayi. Maka Umar
berkata kepada ibunya, “Susuilah dia.” Ibu si anak, yang tidak menyadari bahwa
yang menyuruhnya adalah Umar, menjawab, “Amirul Mukminin tidak memberikan
santunan untuk bayi yang baru lahir sampai masa penyapihannya.” Umar berkata
dalam hatinya, “Aku hampir saja membunuh anak itu.” Setelah itu ia berkata,
“Susuilah dia, nanti Amirul Mukminin pasti akan memberikan santunan untuknya.”
Sesudah itu, Umar mulai menetapkan santunannya untuk bayi yang baru lahir.
Dengan demikian, tangis seorang bayi sanggup mengubah keputusan seorang kepala
negara yang bernama Umar bin Khattab.
Boleh Menangisi Kematian Bayi dan Mengucapkan
Belasungkawa Kepada Keluarganya
Anas berkata, “Kami masuk bersama Rasulullah
lalu beliau mengambil putranya, Ibrahim, dan langsung menciumnya. Setelah itu
kami masuk lagi pada hari yang lain. Ibrahim saat itu sedanga meregang nyawa.
Air mata Rasulullah berlinang, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, “Wahai
Rasulullah engkau juga menangis?” Beliau menjawab, “Wahai Abdurrahman (beliau
menangis lagi) mata ini menangis dan hati ini bersedih tetapi kami tidak
mengatakan kecuali yang diridhai oleh Rabb kami. Sesungguhnya kami, wahai
Ibrahim, benar-benar sedih karena berpisah denganmu.”[27]
Mendoakan Anak Secara Khusus Saat Menshalatkan
Jenazahnya
Sa’id bin Musyyab berkata, “Aku pernah shalat di belakang Abu
Hurairah yang sedang menshalatkan jenazah anak kecil yang belum pernah
melakukan suatu dosa pun. Aku mendengar Abu Hurairah mengucapkan doa berikut:
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø£َعِØ°ْÙ‡ُ Ù…ِÙ†َ عَØ°َابِ اْلقُبْرِ
“Ya Allah, lindungilah anak ini dari azab
kubur.”[28]
Anak yang Meninggal Ketika Masih Kecil Akan
Masuk Surga
Aisyah berkata, “Rasulullah diundang untuk
melayat jenazah seorang anak kecil dari kalangan Anshar. Aku (Aisyah) berkata,
‘Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya anak ini. Ia salah satu burung
diantara burung-burung di surga. Ia tidak pernah berbuat keburukan dan belum
pernah menemuinya.’ Rasulullah bersabda, ‘Apakah engkau tahu yang selain itu,
wahai Aisyah? Sesungguhnya Allah menciptakan penghuni surga yang telah Dia
tetapkan untuknya saat mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula.
Dan Dia menciptakan penghuni neraka yang telah Dia tetapkan untuknya saat
mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula.”[29]
Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Anak-anak kaum muslimin itu berada di sebuah gunung di surga. Mereka
diasuh oleh Ibrahim dan Sarah sampai mereka dikembalikan kepada ayah-ayah
mereka pada hari kiamat.”[30]
Syafaat Anak Bagi Kedua Orang Tua yang Sabar
Atas Kematian Anaknya
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Tidaklah sekali-kali sepasang muslim ditinggal mati oleh ketiga
orang anaknya yang belum baligh, melainkan Allah akan memasukkan keduanya
bersama anak-anak mereka ke dalam surga berkat karunia dan rahmat-Nya.” Abu
Hurairah melanjutkan, “Dikatakan kepada anak-anak tersebut, ‘Masuklah kalian ke
dalam surga!’ Anak-anak itu menjawab, ‘Kamu menunggu kedua orang tua kami’.
Perintah itu diulangi tiga kali, tetapi mereka mengeluarkan jawaban yang sama.
Akhirnya, dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian bersama kedua orang tua
kalian ke dalam surga’.”[31]
Tidak Mendapat Anak di Dunia, Mendapatkannya
di Akhirat
Abu Sa’id berkata bahwa Rasulullah bersabda,
“Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak
mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya, dan tumbuh besar
dalam sekejab, sebagaimana ia menginginkannya.”[32]
Mempercepat Shalat Karena Mendengar Tangisan
Anak
Anas mengatakan, “Aku belum pernah shalat di
belakang seorang imam yang lebih singkat dan lebih sempurna shalatnya, selain
Rasulullah. Jika beliau mendengar suara tangisan anak, beliau mempercepat
shalatnya karena khawatir akan mengganggu shalat ibunya.”[33]
Memanggil Anak dengan Julukan Sebagai
Penghormatan
Anas pernah mengatakan bahwa Rasulullah adalah
orang yang paling baik akhlaknya. “Aku punya seorang saudara laki-laki yang
dikenal dengan nama panggilan Abu Umair dan setahuku ia sudah disapih. Bila
Rasulullah datang, beliau selalu menyapanya dengan panggilan, ‘Hai Abu Umair’.”[34]
Memanggil dengan Panggilan yang Baik
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, ‘Hai
budak laki-laki! Hai budak perempuan!’ karena kamu semua, baik laki-laki maupun
perempuan, adalah hamba-hambda Allah…”[35]
Mengajak Shalat Berjamaah
Abdullah bin Syaddad berkata, “Rasulullah
keluar dari rumahnya menemui kami yang sedang menunggu beliau untuk shalat
(Maghrib atau Isya’), sedangkan beliau menggendong Hasan atau Husein.
Rasulullah maju dan meletakkan cucunya, kemudian melakukan takbir shalatnya.
Dalam salah satu sujud dari shalat itu, beliau lama sekali melakukannya.” Ayah
perawi mengatakan, “Maka kuangkat kepalaku, ternyata kulihat anak itu berada di
atas punggung Rasulullah yang sedang dalam sujudnya. Sesudah itu aku kembali ke
sujudku. Setelah Rasulullah menyelesaikan shalatnya, orang-orang bertanya,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melakukan sujud dalam shalatmu
yang begitu lama, sehingga kami mengira terjadi sesuatu pada dirimu karena ada
wahyu yang diturunkan kepadamu.” Rasulullah menjawab, “Semuanya itu tidak
terjadi, melainkan anakku ini menunggangiku sehingga aku tidak suka bila
menyegerakannya untuk turun sebelum dia merasa puas denganku.”[36]
Abu Qatadah Al Anshari meriwayatkan bahwa
Rasulullah pernah shalat sembari menggendong Umamah binti Zainab binti
Rasulullah. Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah dan apabila
bangun, beliau menggendongnya kembali.”[37]
Mengajarkan Kalimat Tauhid pada Anak
Anak kecil yang belum belajar berbicara itu ketika mendengar
kalimat-kalimat azan, ia akan menirunya. Bahkan ia akan selalu memperhatikannya
saat orang-orang dalam kelalaian. Maka ia tanpa sadar telah berusaha
mengucapkan kalimat tauhid. Karena itu, seorang guru hendaknya membiasakan anak
yang masih belum bisa bicara tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Ajarkanlah kepada anak-anak kelian pada permulaan bicaranya ucapan
‘laailaha illallah’ dan ajarilah ia agar di akhir hayatnya mengucapkan
‘laailaha illallah’.”[38]
Rasulullah Pernah Menghentikan Kutbah dan Meninggalkan Mimbar Untuk Menyambut
Anak Kecil yang Berjalan Tertatih-tatih
Abdullah bin Buraidah telah meriwayatkan dari
ayahnya yang berkata, “Ketika Rasulullah sedang berkathbah kepada kami,
tiba-tiba datanglah Hasan dan Husein yang keduanya mengenakan gamis berwarna
merah dengan langkah tertatih-tatih. Rasulullah pun langsung turun dari
mimbarnya lalu menggendong dan meletakkan keduanya di hadapan beliau. Kemudian
beliau membaca QS. Ath Thaghabun: 15 dan bersabda, ‘Ketika aku memandang kedua
anak ini berjalan dengan langkah tertatih-tatih, aku tidak sabar hingga
kuhentikan khatbahku untuk menggendong keduanya.”[39]
Memperhatikan Penampilan dan Potongan Rambut
Anak
Nafi’ dan Ibnu Umar bahwa Rasulullah melihat
seorang anak kecil telah dicukur di sebagian sisi kepalanya dan dibiarkan pada
sisi lain. Beliau pun melarang hal itu dan bersabda, “Cukurlah semua atau
biarkanlah semua.”[40]
Abdullah bin Ja’far meriwayatkan bahwa Rasulullah
mengurungkan diri untuk mendatangi keluarga Ja’far sebanyak tiga kali, lalu
beliau mendatangi mereka. Beliau bersabda, “Janganlah kalian menangisi
saudaraku setelah hari ini.” Beliau bermaksud agar hari berkabung disudahi.
Kemudian beliau bersabda, “Panggilkanlah keponakan-keponakanku kemari.” Maka
kami pun datang dan rasa takut kami seperti hilang. Beliau bersabda,
“Panggillah tukang cukur kepadaku.” Maka beliau menyuruhnya agar mencukur
rambut kami.[41]
Menggendong di Pundak, Mengajaknya Naik
Kendaraan
Abdullah bin Ja’far berkata, “Apabila
Rasulullah baru tiba dari perjalanan, beliau selalu disambut oleh anak-anak
ahli ahli baitnya. Suatu hari beliau baru datang dari perjalanan dan aku adalah
anak yang paling terdepan menyambutnya. Maka beliau langsung menaikanku di
depannya, kemudian didatangkanlah salah seorang di antara kedua putra Fathimah,
Hasan atau Husein lalu beliau memboncengnya di belakangnya, dan kami bertiga
memasuki kota Madinah di atas kendaraannya.”[42]
Rasulullah pernah membawa Hasan dan Husein di
kedua pundak beliau, lalu bersabda, “Sebaik-baik pengendara adalah keduanya, tetapi
ayah keduanya lebih baik daripada keduanya.”[43]
Segera Mencari Begitu Merasa Kehilangan
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah menuju pasar
Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan mengelilingi
pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan merangkul lutut.
Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia agar datang
kepadaku’…”[44]
Mengajarkan Etika Berpakaian
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, “Rasulullah
pernah melihatku mengenakan sepasang pakaian yang dicelup dengan warna kuning.
Kemudian Rasululah bersabda, “Apakah ibumu yang memerintahkan kamu mengenakan
pakaian ini?” Aku menjawab, “Apakah aku harus mencuci keduanya?” Beliau
menjawab, “Tidak, tetapi keduanya harus dibakar.”[45]
Anjuran Untuk Tersenyum dan Mencium Anak-anak
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah mencium
Hasan, sedangakan dihadapan beliau saat itu ada Al Aqra bin Habis yang sedang
duduk. Al Aqra berkata, ‘Saya punya sepuluh anak, tetapi saya belum pernah
mencium seorang pun di antara mereka.’ Rasulullah memandang ke arahnya dan
bersabda, ‘Barang siapa yang tidak punya rasa belas kasihan, niscaya tidak akan
dikasihi’.”[46]
Bercengkrama dengan Anak-anak
Ya’la bin Marrah berkata, “Kami pernah keluar
bersama Rasulullah lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba, Husein bermain di
jalan. Rasulullah pun segera mendahului orang-orang lalu membentangkan kedua
tangan beliau. Anak itu berlari menghindar ke sana kemari. Rasulullah
mencandainya hingga akhirnya beliau dapat menangkapnya. Satu tangan beliau
memegang dagu Husein dan tangan satu lagi memegang kepala lalu beliau
memeluknya. Setelah itu, beliau bersabda, “Husein bagian dariku dan aku adalah
bagian darinya. Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah satu
dari cucu-cucuku.”[47]
Rasulullah juga pernah berbaring lalu
tiba-tiba Hasan dan Husein datang dan bermain-main di atas perut beliau. Mereka
sering menaiki punggung beliau saat beliau sedang sujud dalam shalatnya. Bila
para sahabat hendak melarang keduanya, beliau memberi isyarat agar mereka
membiarkan keduanya.[48]
Memberi Hadiah, Mendoakan dan Mengusap Kepala
Anak
Ibnu Abbas menceritakan bahwa apabila
Rasulullah menerima buah yang pertama masak, beliau meletakkannya di kedua mata
beliau lalu di mulut dan bersabda, “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah
memperlihatkan kepada kami awalnya maka perhatikanlah juga akhirnya kepada
kami.” Kemudian beliau memberikan buah itu kepada anak yang ada di dekat
beliau.[49]
Menanamkan Kejujuran dan Tidak Suka Berbohong
Abdullah bin Amir berkata, “Ibuku memanggilku
dan pada saat itu Rasulullah sedang berada di rumah kami. Ibuku berkata,
‘Kemarilah aku akan memberimu sesuatu.’ Rasulullah bertanya kepada ibuku, ‘Apa
yang akan engkau berikan kepadanya?’ Ibuku menjawab, ‘Aku akan memberinya buah
kurma.’ Rasulullah pun bersabda, ‘Ingatlah, jika engkau tidak memberinya
sesuatu, hal itu akan dicatatkan sebagai kedustaan bagimu’.”[50]
Tidak Mengajarkan Kemungkaran Kepada Anak
Ali dan Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Pena itu diangkat dari tiga orang, yaitu: orang gila dan hilang akal
hingga sembuh, orang tidur hingga bangun, dan anak-anak hingga baligh.”[51]
Diantara kasih sayang Allah terhadap anak ialah Dia membebaskan
mereka dari beban taklif pada masa kecil mereka. Meskipun anak itu masih kecil
dan belum baligh, seseorang tidak boleh mengajarinya untuk berbuat maksiat.
Misalnya, mengajarinya minum-minuman keras, berbuat kejahatan, merokok, berbuat
buruk, mencela, mencaci, berucap cabul, dan perilaku serta ucapan buruk
lainnya.
Sumber:
Syeih Jamal
Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun
Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh
Agus Suwandi dengan Judul “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode
Nabi” Solo: Aqwam, 2010
Langganan:
Postingan (Atom)