Beginilah Cara Rosululloh
Mendidik Anak 0-3 Tahun
Berdoa Untuk Anak Saat Masih dalam Sulbi Ayah
Anak adalah anugerah yang Alloh SWT
berikan kepada makhluknya, merupakan rezeki, merupakan amanah sehingga mendidiknya
adalah kewajiban dari orang tuanya. Rasulullah bersabda, “Seandaianya salah
seorang diantara kalian sebelum menggauli istrinya berdoa:
بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْناَ
الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَناَ
“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah,
jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau
anugerahkan kepada kami, lalu dari keduanya lahir anak, setan tidak akan dapat
mengganggunya selamanya.”[1]
Anjuran berdoa sebelum berhubungan suami-istri menunjukkan bahwa
permulaan yang kita lakukan dalam berketurunan bersifat rabbani, bukan
syaithani. Apabila disebutkan nama Allah pada permulaan senggama, berarti
hubungan yang dilakukan oleh suami-istri tersebut berlandaskan ketakwaan kepada
Allah dan dengan izin Allah anaknya nanti tidak akan diganggu setan.
Zikir Untuk Keselamatan Bayi yang Akan
Dilahirkan
Rasulullah memberi petunjuk kepada Asma’ dengan bersabda,
“Maukah engkau aku ajari beberapa kata yang bisa kau ucapkan saat dalam
kekhawatiran (yaitu doa untuk memperlancar persalinan). Ucapkanlah:
اَللهُ اَللهُ رَبِّيْ لاَ أُشْرِكُ بِهِ
شَيْئاً
Apabila keguguran terjadi
Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah bersabda,
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya bayi yang gugur
benar-benar akan menarik ibunya dengan tali pusarnya ke surga bila ibunya rela
dengan itu (ibunya bersabar dengan kehilangan anaknya).”[3]
Azan di Telingan Kanan Bayi Baru Lahir
Abu Rafi’ berkata, “Aku melihat Rasulullah
mengumandangkan azan di telinga Hasan bin Ali saat baru dilahirkan oleh
Fatimah.”[4] Ibn Qayyim berkata bahwa hikmah azan dan
iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didegar
adalah seruan yang mengandung makna keagungan Allah serta syahadat.[5]
Berita Gembira Kelahiran Bayi
Ucapan selamat dan hadiah atas kelahiran bayi jelas akan
menyenangkan keluarga bayi yang baru lahir dan akan menimbulkan suasana
gembira, serta mempererat tali kasih dan ikatan persatuan antara sesama kaum
muslimin.
Mentahnik Bayi dengan Kurma dan Mendoakannya
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah
sering didatangi para orang tua yang membawa bayinya untuk dimintakan berkah
dan ditahnik.[6] Langkah-langkah Rasulullah mentahnik
bayi yaitu: 1) sepotong kurma, 2) dikunyah-kunyah seperlunya, 2) buka mulut
bayi, dan suaapkan kurma tersebut sambil digosok-gosok dilangit-langit mulut
bayi.[7]
Membentangi Bayi dengan Zikir dan Bersyukur
kepada Allah
Dari Anas, Rasulullah bersabda, “Allah tidak
sekali-kali menganugerahkan suatu nikmat kepada hamba-Nya, lalu ia mengucapkan,
‘Segala puji hanya miliki Allah Rabb semesta alam’, melainkan apa yang
diberikan lebih baik dari pada yang diambil-Nya’.”[8]
Bila ada bayi yang baru lahir diantara
keluarganya, Aisyah tidak bertanya, “Laki-laki atau perempuan?” Tapi ia
bertanya, “Apa organ tubuhnya sempurna (lengkap)?” Bila dijawab “Iya”, ia berkata,
“Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.”[9]
Memberikan Hak Waris Untuk Bayi yang Baru
Lahir
Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah telah
memutuskan bahwa bayi tidak boleh diberikan hak waris sebalum ia lahir dalam
keadaan menangis (maksudnya: menangis dan menjerit atau bersin).”[10] Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
“Bila bayi yang baru dilahirkan menangis, ia berhak mendapatkan warisan.”[11]
Kewajiban Zakat Fitrah atas Nama Bayi yang
Baru Lahir
Ibnu Umar berkata, “Rasulullah telah
mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap individu kaum muslimin,
baik yang merdeka maupun budak, baik laki-laki maupun perempuan, baik masih
bayi maupun sudah dewasa, yaitu satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.”[12]
Menyayangi, Meski Lahir dari Hasil Perzinaan
Ada wanita dari Bani Ghamidiyah yang datang
kepada Rasulullah dan mengaku bahwa dirinya telah mengandung dari perzinaan,
beliau bersabda kepadanya, “Pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah
melahirkan, ia datang lagi seraya menggendong bayinya dan berkata, “Wahai Nabi
Allah, bayi ini telah saya lahirkan.” Akan tetapi, Rasulullah bersabda
kepadanya, “Pulanglah, susuilah ia sampai kamu menyapihnya.” Setelah wanita itu
menyapihnya, ia datang dengan membawa bayinya yang sedang memegang sepotong
roti di tangan. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya sapih dan
kini ia sudah bisa makan sendiri.” Rasulullah pun memerintahkan agar bayi itu
diserahkan kepada salah seorang lelaki dari kaum muslimin dan memerintahkan
agar dibuatkan galian sebatas dada untuk menanam tubuh wanita itu. Kemudian
beliau memerintahkan kepada orang-orang untuk merajamnya dan mereka pun segera
merajamnya.[13]
Itulah kasih sayang Rasulullah terhadap anak hasil zina dan
keinginan beliau yang kuat agar bayi itu tidak terlantar. Apa dosa anak yang
baru lahir itu hingga ia harus menanggung konsekuensi perbuatan dosa orang
tuanya?
Merayakan Kelahiran Bayi dengan Aqiqah
Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah bersabda,
“Smua anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh.
Rambutnya dicukur dan ia dinamai.”[14] Dari Salman bin Amir, Rasulullah
bersabda, “Anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Karena itu, sembelihlah untuknya
dan jauhkanlah gangguan darinya.”[15]
Ummu Kurz pernah bertanya kepada Rasulullah,
maka beliau menjawab, “Untuk bayi laki-laki dua kambing (yang sepadan) dan
untuk bayi perempuan satu kambing, baik kambing jantan maupun betina tidak ada
masalah bagimu.”[16]
Abdullah bin Buraidah berkata, “Aku mendengar
ayahku berkata, ‘Pada masa Jahiliyah dulu, bila ada bayi yang baru dilahirkan,
kami menyembelih kambing dan melumurkan darah kambing itu di kepala sang bayi.
Setelah Allah menurunkan agama Islam, kami diperintahkan untuk menyembelih
kambing dan mencukur rambutnya serta melumurinya dengan minyak za’faran’.”[17]
Memberi Nama Yang Baik
Islam selalu menginginkan kemudahan, bahkan
dalam persoalan pemberian nama. Islam tidak menginginkan kesulitan dalam hal
pemberi nama. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam sabda Rasulullah. Beliau
bersabda, “Nama yang paling disenangi Allah adalah Abdullah dan Hammam,
sedangkan nama yang paling buruk adalah Harb dan Murrah.”[18]
Ibnu Umar menuturkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Sungguh, nama seseorang diantara kalian yang paling disenangi oleh
Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”[19]
Mencukur Rambut Bayi, Dibersihkan, dan
Dihilangkan Kotorannya pada Hari Ketujuh
Ketika mencukur rambut bayi sebaiknya tidak mencukurnya seperti
pelangi. Al Qaza’ artinya mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian
yang lainnya di beberapa bagian tanpa dicukur sehingga mirip pelangi.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah
melarang Qaza’. Aku bertanya kepada Nafi’, “Apakah Qaza’ itu?” Nafi’ menjawab,
“Mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lain.”[20]
Makna yang dimaksud dan yang menjadi tuntunan ialah mencukur
rambut kepada secara keseluruhan, karena mencukur sebagian dan membiarkan
sebagian yang lain bertentangan dengan kepribadian seorang muslim yang
seharusnya berbeda dengan kepribadian pemeluk agama lain (kafir).
Bercengkrama dengan Lidah dan Mulut
Abu Hurairah bercerita, “Rasulullah keluar ke
pasar Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan
mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan
merangkul lutut. Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia
agar datang kepadaku.’ Al Hasan pun datang berlari, lalu langsung melompat ke
pangkuannya. Rasulullah mencium mulutnya, kemudian berdoa, ‘Ya Allah, aku
sungguh mencintainya. Maka cintailah dia dan cintailah orang yang mencintainya
(tiga kali)’.” Abu Hurairah berkata, “Setiap kali melihat Al Hasan, aku
menangis.”[21]
Memberi Julukan Ayahnya dengan Nama Anak
Abu Syuraih menceritakan bahwa pada awalnya
dia bernama Abul Hakam. Kamudian Rasulullah bersabda kepadanya, “Sesungguhnya
Allah, Dialah hakim yang memutuskan dan hanya kepada-Nyalah semua keputusan.”[22]
Kapan Menghitankan Anak ?
Abu Hurairah berkata, “Saya pernah mendengar
Rasulullah bersabda, ‘Fitrah itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu
kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.”[23]
Makhul mengatakan, “Ibrahim menghitankan
anaknya, Ishaq, saat itu berusia 7 hari, dan mengkhitankan Ismail pada usia 13
tahun. Demikianlah seperti yang disebutkan oleh Al Khalil.”[24]
Sayangi di Kala Sakit, Maklumi Kalau Ngompol
Ummu Qais binti Mihshan berkata, “Aku pernah
menemui Rasulullah dengan membawa bayiku yang masih belum makan makanan apa
pun. Tiba-tiba ia kencing di pangkuan beliau. Baliau pun meminta air dan
langsung menyipratkannya ke bagian yang terkena kencing (tanpa mencucinya).”[25]
Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah pernah
mengambil dan mendudukanku di atas satu paha beliau dan mendudukkan Al Hasan di
atas paha beliau yang lain. Kemudian beliau memeluk kami berdua dan berdoa, ‘Ya
Allah, sayangilah keduanya karena aku sungguh menyayangi keduanya’.”[26]
Kewajiban Menyusui dan Menjamin Nafkah Anak
Wahai para ibu, berikanlah kasih sayangmu kepada anakmu,
susuilah ia dengan air susumu agar engkau dapat menyempurnakan makna ibu yang
engkau sandang dan agar engkau mendapatkan pahala. Didiklah sendiri anakmu
sesuai dengan manhaj Rasulullah. Lihatlah QS. Al Baqarah: 233 dan Ath Thalaq:
7.
Wahai ibu, cobalah engkau perhatikan. Apakah engkau pernah
melihat burung, hewan lain, atau semua makhluk yang berstatus sebagai ibu
pernah meninggalkan anaknya saat masih bayi dan menyingkir darinya? Sungguh
merupakan perangai yang buruk bila hewan yang tidak berakal saja tidak
meninggalkan anaknya yang masih kecil, sedangkan manusia yang berakal rela
meninggalkan anaknya dan dipercayakan kepada orang lain.
Umar Memperhatikan Anak Sejak Lahir
Suatu malam Umar mendengar tangisan seorang bayi. Maka Umar
berkata kepada ibunya, “Susuilah dia.” Ibu si anak, yang tidak menyadari bahwa
yang menyuruhnya adalah Umar, menjawab, “Amirul Mukminin tidak memberikan
santunan untuk bayi yang baru lahir sampai masa penyapihannya.” Umar berkata
dalam hatinya, “Aku hampir saja membunuh anak itu.” Setelah itu ia berkata,
“Susuilah dia, nanti Amirul Mukminin pasti akan memberikan santunan untuknya.”
Sesudah itu, Umar mulai menetapkan santunannya untuk bayi yang baru lahir.
Dengan demikian, tangis seorang bayi sanggup mengubah keputusan seorang kepala
negara yang bernama Umar bin Khattab.
Boleh Menangisi Kematian Bayi dan Mengucapkan
Belasungkawa Kepada Keluarganya
Anas berkata, “Kami masuk bersama Rasulullah
lalu beliau mengambil putranya, Ibrahim, dan langsung menciumnya. Setelah itu
kami masuk lagi pada hari yang lain. Ibrahim saat itu sedanga meregang nyawa.
Air mata Rasulullah berlinang, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, “Wahai
Rasulullah engkau juga menangis?” Beliau menjawab, “Wahai Abdurrahman (beliau
menangis lagi) mata ini menangis dan hati ini bersedih tetapi kami tidak
mengatakan kecuali yang diridhai oleh Rabb kami. Sesungguhnya kami, wahai
Ibrahim, benar-benar sedih karena berpisah denganmu.”[27]
Mendoakan Anak Secara Khusus Saat Menshalatkan
Jenazahnya
Sa’id bin Musyyab berkata, “Aku pernah shalat di belakang Abu
Hurairah yang sedang menshalatkan jenazah anak kecil yang belum pernah
melakukan suatu dosa pun. Aku mendengar Abu Hurairah mengucapkan doa berikut:
اَللَّهُمَّ أَعِذْهُ مِنَ عَذَابِ اْلقُبْرِ
“Ya Allah, lindungilah anak ini dari azab
kubur.”[28]
Anak yang Meninggal Ketika Masih Kecil Akan
Masuk Surga
Aisyah berkata, “Rasulullah diundang untuk
melayat jenazah seorang anak kecil dari kalangan Anshar. Aku (Aisyah) berkata,
‘Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya anak ini. Ia salah satu burung
diantara burung-burung di surga. Ia tidak pernah berbuat keburukan dan belum
pernah menemuinya.’ Rasulullah bersabda, ‘Apakah engkau tahu yang selain itu,
wahai Aisyah? Sesungguhnya Allah menciptakan penghuni surga yang telah Dia
tetapkan untuknya saat mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula.
Dan Dia menciptakan penghuni neraka yang telah Dia tetapkan untuknya saat
mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula.”[29]
Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Anak-anak kaum muslimin itu berada di sebuah gunung di surga. Mereka
diasuh oleh Ibrahim dan Sarah sampai mereka dikembalikan kepada ayah-ayah
mereka pada hari kiamat.”[30]
Syafaat Anak Bagi Kedua Orang Tua yang Sabar
Atas Kematian Anaknya
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Tidaklah sekali-kali sepasang muslim ditinggal mati oleh ketiga
orang anaknya yang belum baligh, melainkan Allah akan memasukkan keduanya
bersama anak-anak mereka ke dalam surga berkat karunia dan rahmat-Nya.” Abu
Hurairah melanjutkan, “Dikatakan kepada anak-anak tersebut, ‘Masuklah kalian ke
dalam surga!’ Anak-anak itu menjawab, ‘Kamu menunggu kedua orang tua kami’.
Perintah itu diulangi tiga kali, tetapi mereka mengeluarkan jawaban yang sama.
Akhirnya, dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian bersama kedua orang tua
kalian ke dalam surga’.”[31]
Tidak Mendapat Anak di Dunia, Mendapatkannya
di Akhirat
Abu Sa’id berkata bahwa Rasulullah bersabda,
“Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan anak (namun tidak
mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya, dan tumbuh besar
dalam sekejab, sebagaimana ia menginginkannya.”[32]
Mempercepat Shalat Karena Mendengar Tangisan
Anak
Anas mengatakan, “Aku belum pernah shalat di
belakang seorang imam yang lebih singkat dan lebih sempurna shalatnya, selain
Rasulullah. Jika beliau mendengar suara tangisan anak, beliau mempercepat
shalatnya karena khawatir akan mengganggu shalat ibunya.”[33]
Memanggil Anak dengan Julukan Sebagai
Penghormatan
Anas pernah mengatakan bahwa Rasulullah adalah
orang yang paling baik akhlaknya. “Aku punya seorang saudara laki-laki yang
dikenal dengan nama panggilan Abu Umair dan setahuku ia sudah disapih. Bila
Rasulullah datang, beliau selalu menyapanya dengan panggilan, ‘Hai Abu Umair’.”[34]
Memanggil dengan Panggilan yang Baik
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, ‘Hai
budak laki-laki! Hai budak perempuan!’ karena kamu semua, baik laki-laki maupun
perempuan, adalah hamba-hambda Allah…”[35]
Mengajak Shalat Berjamaah
Abdullah bin Syaddad berkata, “Rasulullah
keluar dari rumahnya menemui kami yang sedang menunggu beliau untuk shalat
(Maghrib atau Isya’), sedangkan beliau menggendong Hasan atau Husein.
Rasulullah maju dan meletakkan cucunya, kemudian melakukan takbir shalatnya.
Dalam salah satu sujud dari shalat itu, beliau lama sekali melakukannya.” Ayah
perawi mengatakan, “Maka kuangkat kepalaku, ternyata kulihat anak itu berada di
atas punggung Rasulullah yang sedang dalam sujudnya. Sesudah itu aku kembali ke
sujudku. Setelah Rasulullah menyelesaikan shalatnya, orang-orang bertanya,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melakukan sujud dalam shalatmu
yang begitu lama, sehingga kami mengira terjadi sesuatu pada dirimu karena ada
wahyu yang diturunkan kepadamu.” Rasulullah menjawab, “Semuanya itu tidak
terjadi, melainkan anakku ini menunggangiku sehingga aku tidak suka bila
menyegerakannya untuk turun sebelum dia merasa puas denganku.”[36]
Abu Qatadah Al Anshari meriwayatkan bahwa
Rasulullah pernah shalat sembari menggendong Umamah binti Zainab binti
Rasulullah. Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah dan apabila
bangun, beliau menggendongnya kembali.”[37]
Mengajarkan Kalimat Tauhid pada Anak
Anak kecil yang belum belajar berbicara itu ketika mendengar
kalimat-kalimat azan, ia akan menirunya. Bahkan ia akan selalu memperhatikannya
saat orang-orang dalam kelalaian. Maka ia tanpa sadar telah berusaha
mengucapkan kalimat tauhid. Karena itu, seorang guru hendaknya membiasakan anak
yang masih belum bisa bicara tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Ajarkanlah kepada anak-anak kelian pada permulaan bicaranya ucapan
‘laailaha illallah’ dan ajarilah ia agar di akhir hayatnya mengucapkan
‘laailaha illallah’.”[38]
Rasulullah Pernah Menghentikan Kutbah dan Meninggalkan Mimbar Untuk Menyambut
Anak Kecil yang Berjalan Tertatih-tatih
Abdullah bin Buraidah telah meriwayatkan dari
ayahnya yang berkata, “Ketika Rasulullah sedang berkathbah kepada kami,
tiba-tiba datanglah Hasan dan Husein yang keduanya mengenakan gamis berwarna
merah dengan langkah tertatih-tatih. Rasulullah pun langsung turun dari
mimbarnya lalu menggendong dan meletakkan keduanya di hadapan beliau. Kemudian
beliau membaca QS. Ath Thaghabun: 15 dan bersabda, ‘Ketika aku memandang kedua
anak ini berjalan dengan langkah tertatih-tatih, aku tidak sabar hingga
kuhentikan khatbahku untuk menggendong keduanya.”[39]
Memperhatikan Penampilan dan Potongan Rambut
Anak
Nafi’ dan Ibnu Umar bahwa Rasulullah melihat
seorang anak kecil telah dicukur di sebagian sisi kepalanya dan dibiarkan pada
sisi lain. Beliau pun melarang hal itu dan bersabda, “Cukurlah semua atau
biarkanlah semua.”[40]
Abdullah bin Ja’far meriwayatkan bahwa Rasulullah
mengurungkan diri untuk mendatangi keluarga Ja’far sebanyak tiga kali, lalu
beliau mendatangi mereka. Beliau bersabda, “Janganlah kalian menangisi
saudaraku setelah hari ini.” Beliau bermaksud agar hari berkabung disudahi.
Kemudian beliau bersabda, “Panggilkanlah keponakan-keponakanku kemari.” Maka
kami pun datang dan rasa takut kami seperti hilang. Beliau bersabda,
“Panggillah tukang cukur kepadaku.” Maka beliau menyuruhnya agar mencukur
rambut kami.[41]
Menggendong di Pundak, Mengajaknya Naik
Kendaraan
Abdullah bin Ja’far berkata, “Apabila
Rasulullah baru tiba dari perjalanan, beliau selalu disambut oleh anak-anak
ahli ahli baitnya. Suatu hari beliau baru datang dari perjalanan dan aku adalah
anak yang paling terdepan menyambutnya. Maka beliau langsung menaikanku di
depannya, kemudian didatangkanlah salah seorang di antara kedua putra Fathimah,
Hasan atau Husein lalu beliau memboncengnya di belakangnya, dan kami bertiga
memasuki kota Madinah di atas kendaraannya.”[42]
Rasulullah pernah membawa Hasan dan Husein di
kedua pundak beliau, lalu bersabda, “Sebaik-baik pengendara adalah keduanya, tetapi
ayah keduanya lebih baik daripada keduanya.”[43]
Segera Mencari Begitu Merasa Kehilangan
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah menuju pasar
Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan mengelilingi
pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan merangkul lutut.
Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia agar datang
kepadaku’…”[44]
Mengajarkan Etika Berpakaian
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, “Rasulullah
pernah melihatku mengenakan sepasang pakaian yang dicelup dengan warna kuning.
Kemudian Rasululah bersabda, “Apakah ibumu yang memerintahkan kamu mengenakan
pakaian ini?” Aku menjawab, “Apakah aku harus mencuci keduanya?” Beliau
menjawab, “Tidak, tetapi keduanya harus dibakar.”[45]
Anjuran Untuk Tersenyum dan Mencium Anak-anak
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah mencium
Hasan, sedangakan dihadapan beliau saat itu ada Al Aqra bin Habis yang sedang
duduk. Al Aqra berkata, ‘Saya punya sepuluh anak, tetapi saya belum pernah
mencium seorang pun di antara mereka.’ Rasulullah memandang ke arahnya dan
bersabda, ‘Barang siapa yang tidak punya rasa belas kasihan, niscaya tidak akan
dikasihi’.”[46]
Bercengkrama dengan Anak-anak
Ya’la bin Marrah berkata, “Kami pernah keluar
bersama Rasulullah lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba, Husein bermain di
jalan. Rasulullah pun segera mendahului orang-orang lalu membentangkan kedua
tangan beliau. Anak itu berlari menghindar ke sana kemari. Rasulullah
mencandainya hingga akhirnya beliau dapat menangkapnya. Satu tangan beliau
memegang dagu Husein dan tangan satu lagi memegang kepala lalu beliau
memeluknya. Setelah itu, beliau bersabda, “Husein bagian dariku dan aku adalah
bagian darinya. Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah satu
dari cucu-cucuku.”[47]
Rasulullah juga pernah berbaring lalu
tiba-tiba Hasan dan Husein datang dan bermain-main di atas perut beliau. Mereka
sering menaiki punggung beliau saat beliau sedang sujud dalam shalatnya. Bila
para sahabat hendak melarang keduanya, beliau memberi isyarat agar mereka
membiarkan keduanya.[48]
Memberi Hadiah, Mendoakan dan Mengusap Kepala
Anak
Ibnu Abbas menceritakan bahwa apabila
Rasulullah menerima buah yang pertama masak, beliau meletakkannya di kedua mata
beliau lalu di mulut dan bersabda, “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah
memperlihatkan kepada kami awalnya maka perhatikanlah juga akhirnya kepada
kami.” Kemudian beliau memberikan buah itu kepada anak yang ada di dekat
beliau.[49]
Menanamkan Kejujuran dan Tidak Suka Berbohong
Abdullah bin Amir berkata, “Ibuku memanggilku
dan pada saat itu Rasulullah sedang berada di rumah kami. Ibuku berkata,
‘Kemarilah aku akan memberimu sesuatu.’ Rasulullah bertanya kepada ibuku, ‘Apa
yang akan engkau berikan kepadanya?’ Ibuku menjawab, ‘Aku akan memberinya buah
kurma.’ Rasulullah pun bersabda, ‘Ingatlah, jika engkau tidak memberinya
sesuatu, hal itu akan dicatatkan sebagai kedustaan bagimu’.”[50]
Tidak Mengajarkan Kemungkaran Kepada Anak
Ali dan Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Pena itu diangkat dari tiga orang, yaitu: orang gila dan hilang akal
hingga sembuh, orang tidur hingga bangun, dan anak-anak hingga baligh.”[51]
Diantara kasih sayang Allah terhadap anak ialah Dia membebaskan
mereka dari beban taklif pada masa kecil mereka. Meskipun anak itu masih kecil
dan belum baligh, seseorang tidak boleh mengajarinya untuk berbuat maksiat.
Misalnya, mengajarinya minum-minuman keras, berbuat kejahatan, merokok, berbuat
buruk, mencela, mencaci, berucap cabul, dan perilaku serta ucapan buruk
lainnya.
Sumber:
Syeih Jamal
Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun
Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh
Agus Suwandi dengan Judul “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode
Nabi” Solo: Aqwam, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar